![]() |
| Diskusi Tentang Kelangsungan Tampun Juah di Kantor CU Gerakan |
Hadir pada diskusi budaya ini, selain Direktur Institut Dayakologi - Krissundi Gunui, Agustina Mursiadi, Sebastianus Sumito, Alusius Sali, Leo Piter, Johan, Antonius Sunarto, Tripina Awa dan Oktavianus, Santo serta Nico Bohot dari Radio Dermaga Sekadau.
Gerakan Credit Union Bangkitkan Kesadaran Budaya.
Melihat minimnya kesadaran masyarakat, gerakan Credit Union (CU) turut mengambil peran strategis dan membangun CU sejak 14 tahun yang lalu dengan nama CU Gerakan. Kemudian CU membangun Radio Komunitas Tampun Juah untuk menyiarkan informasi budaya, menggagas pembangunan Rumah Adat Tampun Juah, yang diharapkan menjadi pusat pelestarian budaya dan sejarah Dayak. Rumah adat ini dirancang sebagai tempat edukasi, ruang musyawarah budaya, serta simbol pemersatu seluruh sub-suku Dayak yang berasal dari Tampun Juah yang menurut Penelitian Institut Dayakologi berjumlah 130 Sub Suku.
Pemda Sanggau Kucurkan Dana Awal Rp 1 Miliar.
Pemerintah Daerah Sanggau masa Bupati Paulos Hadi saat itu telah mengucurkan Rp
1 miliar untuk pembangunan fondasi Rumah Adat Tampun Juah. Namun dana
tersebut masih jauh dari cukup untuk mewujudkan bangunan rumah betang besar
yang telah direncanakan.
Kris Gunui mengungkapkan kekecewaannya terkait
lambatnya perkembangan pembangunan.
“Saya agak kecewa karena sampai saat ini belum ada
tanda-tanda keberlanjutan rumah adat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak akan berjalan
hanya dengan mengandalkan dana pemerintah saja l. Perlu ada gerakan kolektif dari
seluruh masyarakat Dayak.
Kris mengajukan pertanyaan penting yang menurutnya
harus dijawab bersama:
“Pertanyaannya, bagaimana caranya agar rumah ini
bisa dibangun? Yakni bersatu sebagai orang Dayak.”
Ia juga menyayangkan kurangnya kepedulian
masyarakat terhadap Rumah Betang Tampun Juah, yang pondasinya telah
dibangun beberapa tahun lalu tetapi belum mendapat perhatian lanjutan.
“Jangan sampai masyarakat hanya menunggu saja.
Masyarakat sepertinya kurang menghargai Rumah Betang Tampun Juah yang sudah
dibangun pondasinya,” tegas Kris.
Identitas yang Harus Dijaga Bersama
Menurut Dayakologi, Rumah Adat Tampun Juah bukan
hanya proyek fisik, melainkan simbol jati diri. Keberadaannya akan menjadi
pusat dokumentasi sejarah suku-suku Dayak, ruang edukasi budaya, dan tempat
pemersatu masyarakat.
Kris berharap masyarakat Dayak, baik di kampung maupun yang berada di perantauan, dapat ikut terlibat dan merasa memiliki Rumah Adat Tampun Juah ini.
Sementara itu, semua yang hadir setuju untuk mendukung proses pembangunan rumah betang ini, dengan mengupdate proposal yang sudah lama serta tetap menghidupkan radio komunitas Tampun Juah. (NB)
Editor: PenJab Radio Dermaga Sekadau
