![]() |
Foto: Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Sekadau juga anggota DPRD Sekadau, Mohtar, S.Pd, talkshow di Radio Dermaga pada Sabtu 4/ Okt 2025. |
Sekadau,
dermagafm.com – Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten
Sekadau yang juga anggota DPRD Sekadau, Bernadus Mohtar,
S.Pd, menjadi narasumber dalam talkshow
di Radio Dermaga pada Sabtu (4/10/2025).
Sekedar diketahui bahwa Bernadus Mohtar pada tahun 2014-2016 pernah menjadi penyiar radio Dermaga juga...bersama dengan Luwi dan Ema.
Dalam
kesempatan itu, ia memaparkan perjalanan panjang SPKS dalam mendampingi petani
sawit swadaya menuju praktik pertanian yang mandiri, sejahtera, dan
berkelanjutan.
Mohtar
menjelaskan, SPKS lahir dari inisiatif para petani desa yang menginginkan wadah
perjuangan untuk memperbaiki nasib dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Sejak
awal berdiri, SPKS membawa visi untuk mewujudkan petani sawit yang berdaulat secara ekonomi, berkelanjutan secara lingkungan, dan kuat secara kelembagaan.
“Awalnya
SPKS banyak mendampingi petani plasma. Namun, sejak 2016 kami mulai fokus pada
petani sawit swadaya yang menghadapi berbagai tantangan, seperti penggunaan
bibit tidak bersertifikat dan manajemen kebun yang belum optimal,” ujar Mohtar.
“Untuk
mengatasi persoalan tersebut, SPKS secara rutin mengadakan pelatihan bagi
petani, mulai dari pemilihan bibit unggul, teknik budidaya berkelanjutan,
hingga manajemen perkebunan. Selain itu, SPKS juga mendorong pembentukan
kelembagaan petani melalui kelompok tani dan koperasi,"jelasnya.
“Salah satunya bahkan berhasil meraih
sertifikasi Indonesian Sustainable Palm
Oil (ISPO) dan Roundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO), menjadikannya koperasi petani swadaya
pertama di Kalimantan yang mendapatkan pengakuan internasional. Atas capaian
ini, SPKS menerima penghargaan dari Gubernur Kalimantan Barat,"katanya.
Ketua
Serikat Petani Kelapa Sawit juga menyanpaikan Bahwa Saat ini, SPKS tengah fokus
melakukan pemetaan dan pendataan petani.
“Saat ini,
SPKS tengah fokus melakukan pemetaan dan pendataan petani, termasuk mendorong
kepemilikan Surat Tanda Daftar Budidaya
(STDB). Data yang lengkap menjadi identitas legal petani dan membuka
akses terhadap berbagai program bantuan pemerintah,"jelasnya.
Namun
demikian, Mohtar mengakui tantangan besar masih ada, yakni menurunnya semangat
kolektif di kalangan petani. Persaingan pasar membuat banyak petani lebih
memilih menjual Tandan Buah Segar (TBS)
secara individu langsung ke pabrik atau pengepul.
“Padahal
untuk bisa mendapat akses bantuan pemerintah atau program pembiayaan seperti
BPDPKS, petani harus tergabung dalam kelembagaan resmi,” tegas Mohtar.
Salah satu
koperasi dampingan SPKS telah berhasil memperoleh bantuan berupa alat
pascapanen dan sarana transportasi. Ke depan, jika para petani mampu
berkelompok dengan total lahan minimal 2.000 hektare, peluang untuk membangun pabrik mini milik petani juga terbuka
lebar.
Mohtar menambahkan,
menjadi petani sawit tidak cukup hanya menanam, memanen, dan menjual hasil.
Menurutnya, sawit adalah tanaman jangka panjang yang membutuhkan perawatan berkelanjutan dan manajemen
keuangan yang baik.
Sejak 2012,
SPKS menyadari salah satu tantangan utama petani adalah keterbatasan dana,
terutama saat musim tanam dan perawatan. Banyak petani kesulitan membeli pupuk
karena tidak memiliki uang tunai.
Dari
permasalahan itu, lahir gagasan membentuk lembaga keuangan mandiri. Pada
2020–2021, SPKS mendirikan Credit Union
(CU) Sawit Mandiri, lembaga keuangan yang dibentuk dan dikelola langsung
oleh para petani sawit. CU ini memungkinkan petani meminjam dana untuk
kebutuhan pertanian dan mengembalikannya dari hasil panen.
Selain
mendukung kemandirian ekonomi, SPKS juga berkomitmen menjaga kelestarian
lingkungan. Bersama desa-desa dampingan, SPKS melakukan pemetaan sosial dan spasial untuk menetapkan wilayah yang tidak
boleh digarap, seperti hutan adat,
hutan keramat, dan kawasan lindung desa.
Beberapa
kawasan yang telah dipetakan di antaranya: Hutan Rimba Enkulun, Hutan Rimbak Roga Babi, Hutan Desa Nanga Pemubuh, hasil
pemetaan ini menjadi dasar penyusunan Peraturan
Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan.
Hingga kini,
sekitar 12 koperasi petani telah
terbentuk di bawah pendampingan SPKS.
Sebagai
bentuk apresiasi atas komitmen warga dalam menjaga hutan, SPKS bersama mitra
menyalurkan insentif sebesar Rp40 juta
kepada masyarakat desa. Dana ini digunakan untuk mendukung kegiatan agroforestry, penangkaran, dan usaha
alternatif lainnya yang ramah lingkungan.
Melalui
berbagai inisiatif tersebut, SPKS ingin memastikan bahwa petani sawit swadaya
bukan sekadar penonton dalam industri kelapa sawit, tetapi sebagai pelaku utama yang mandiri, bijak
secara finansial, dan bertanggung jawab secara ekologis.
“Kami ingin
petani mampu mengelola kebunnya secara mandiri dan berkelanjutan. Tidak hanya
untuk hari ini, tapi untuk masa depan generasi berikutnya,” tutup Mohtar (Ika)
Editor penanggung jawab radio dermaga Sekadau